Cerita Bersambung Kutunggu Kau Di Taman Merlion Singapura-(50)
Halaman 246-250
“Oh itu ! Kalau di sini, itu namanya karedok Bang, terus kalau di Hong Kong, Abang biasa makan apa ?”
“Ular !” jawab Jefri sekenanya.
“Ular Bang ?” Desy terkejut. Begitu pula dengan Sumarna, Andi dan Deddy. Mereka dengan serentak melihat ke arah Jefri.
“Serius ini Bang ?” Desy penasaran.
“Serius lah. Bahkan di sana, yang menjajakannya wanita-wanita muda. Mereka duduk di pinggir jalan, di sebelahnya ada kandang ular, ada tungku yang siap memasak apabila pembeli memilih ular yang mereka inginkan. Bagus kok untuk kesehatan, tetapi ya tidak setiap hari lah,” jelas Jefri terus memandang ke arah Desy.
“Wah kalau Desy, barangkali sudah kabur duluan sebelum makan,” ujar Desy langsung berdiri, melangkah dan berdiri di belakang Jefri.
“Sudah, sudah Des, jangan kau ganggu lagi si Jefri. Lebih baik kita teruskan minum di ruang tamu. Bagaimana Jef ?” Tanya Pak Sumarna.
“Baik Pak, saya sudah selesai kok,” jawab Jefri langsung berdiri, mengikuti Pak Sumarna dari belakang. Desy mendorong Jefri dengan meletakkan kedua tangannya di punggung Jefri. Sampai mereka kembali ke ruang tamu.
Andi tidak dapat berbuat apa-apa melihat keakraban adiknya dan Jefri. Apa yang dibayangkannya selama ini, sangat jauh berbeda. Dia tidak menyangka kalau orang yang diduganya angker, keras dan menyeramkan, seperti kebanyakan teman-temannya, ternyata sangat jauh berbeda. Jefri begitu lemah lembut dan sangat sopan. Kalau saja Jefri itu keras, dia akan lebih mudah mengatasinya. Tetapi bagaimana dengan biayanya selama berada di Bandung ?
“Jef, kalau kau tidak keberatan, sebaiknya kau tinggal di sini saja bersama kami. Bukan begitu, Pak ?” Andi coba meminta dukungan Bapaknya.
“Aduh, gimana, ya. Kebetulan saya sudah deposit untuk seminggu di Homann, jadi mau tidak mau, saya harus tinggal di hotel saja dulu. Nggak tahu kalau sesudah itu, pasti akan saya pertimbangkan. Tetapi sebelumnya, saya haturkan terima kasih.”
“Wah sayang sekali. Bukankah itu hanya buang-buang uang saja nak Jefri ?” Pak Sumarna coba menasehati.
“Terima kasih Pak. Kalau nanti saya tidak betah, saya lapor pada bapak. Oh ya, saya mau ke belakang di mana ya ?” Jefri coba mengalihkan pembicaraan.
“Coba Des kau antarkan Jefri ke belakang,” perintah Andi pada Desy.
“Ayo Bang,” kata Desy langsung mendekat dan menarik tangan Jefri.
“Padahal di depan juga ada Bang, kalau Abang mau ke kamar kecil.”
“Bukan, bukan itu tujuan utamanya, tetapi Abang mau ke musholla.”
“Sayang di rumah ini tidak ada Bang.”
“Rumah sebesar ini, tidak ada mushollanya ?”
“Kenyataannya begitu Bang. Sudahlah, Abang shalat di kamar Desy saja”
“Tidak apa-apa Des ? Bagaimana nanti….”
“Sudahlah, yang penting kan Abang mau….”
“Oke lah,” kata Jefri mengikuti Desy menuju ke kamarnya.
Setelah menunjukkan kamar mandi dan memberikan sajadah dan menunjukkan arah kiblat pada Jefri, Desy langsung ke luar menuju ke pintu dapur menemui ibunya.
“Ma, tahu nggak Ma, Desy malu deh sama Bang Jefri.”
“Lho malu kenapa ? Apa kau…”
“Bukan, bukan apa-apa. Tadi Bang Jefri bilang, rumah sebesar ini kok tidak ada musholla nya. Hebat kan, Ma ?”
“Kakak-kakakmu, waktu Mama usulkan, eh, malah dibangun saung (bangunan rumah tanpa dinding khas Sunda, yang biasanya untuk tempat istirahat atau makan-makan dengan cara lesehan atau tanpa kursi). Yah, Mama mau bilang apa, tu di sana itu,” kata isteri Sumarna menunjuk ke arah samping rumah, yang kini telah berdiri saung.
“Sekarang Jefrinya ada di mana, Des ?”
“Di kamar Desy. Oh ya, itu Bang Jefri. Bang, ke sini Bang !” teriak Desy memanggil Jefri yang baru keluar dari kamarnya.
Sementara Jefri berada di belakang, Sumarna, Andi dan Deddy, berkesempatan membicarakan soal kehadiran Jefri. Mereka sebenarnya terkejut ketika Jefri mengatakan telah membayar hotel dengan uangnya sendiri. Apa yang mereka takutkan dalam soal hotel, dan biaya lainnya, selama Jefri berada di Bandung, ternyata meleset, Jefri tidak membutuhkan biaya dari mereka. Sama sekali di luar dugaan mereka. Namun di sisi lain, mereka gembira, karena kas mereka tidak terusik. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa kekayaan mereka kelak terusik ? Sebelum mereka diusik, bagaimana kalau mereka saja yang mengusik Jefri ? Paling tidak, bagaimana caranya tamu yang tidak mereka harapkan tersebut, segera meninggalkan Bandung. Hal itulah yang mereka bincangkan.
“Bagaimana kalau Desy kita suruh untuk menyelidiki apa sebenarnya tugas yang diberikan Tuan Hong padanya,” usul Andi pada Bapak dan adiknya Deddy.
“Wah itu ide yang baik. Aku kira Desy akan senang dengan tugas itu, karena kulihat dia senang juga bergaul dengan si Jefri itu,” dukung Deddy.
“Tapi kalian tahu kan, Desy itu tidak gampang diatur-atur. Apa katanya nanti kalau kita suruh dia mendekati Jefri. Apa dia tidak curiga ?” Tanya Pak Sumarna.
“Soal itu gampang lah Pak. Dengan alasan mengantar Jefri untuk keliling-keliling Bandung, pastilah dia mau. Katakan saja kalau kita mah sibuk, beres kan ?” Andi memberi alasannya.
“Bagaimana baiknya sajalah,” ujar Pak Sumarna menyerah.
Sebelum rencana mereka berjalan, ternyata Desy dan Jefri mendekat ke arah mereka. Mereka terkejut. Orang-orang yang mereka perbincangkan, tiba-tiba saja kini berada di tengah-tengah mereka. Mereka terdiam sejenak, dan serentak memandang ke arah Desy dan Jefri. Desy mendekat, kemudian memegang bahu Pak Sumarna.
“Pak, Bang Jefri mau pamit dulu katanya ! Biar Desy yang mengantarnya ya Pak ?” Ujar Desy pada Pak Sumarna. Jefri menyalami Pak Sumarna, Andi dan Deddy, kemudian berjalan berdampingan dengan Desy meninggalkan kediaman Pak Sumarna.
Entah siapa yang memulainya, tetapi begitu mobil yang dikemudikan Desy melaju mereka bertiga tertawa terbahak-bahak. Andi berdiri dan memandang keluar.
“Lihat ! Ternyata tanpa kita perintah pun, Desy sudah menjalankan tugasnya. Benar kata kau Ded, adik kita ternyata tertarik juga dengan si Jefri itu,” kata Andi membalikkan tubuhnya, memandang ke arah Deddy.
“Yah, kita harus mengakui itu. Seandainya kita-kita ini wanita, pastilah kita juga tertarik dengan si Jefri itu, iya kan ?”
“Kalian ini punya otak nggak sih, adik kalian dibawa laki-laki, kok malah senang dan tertawa. Padahal laki-laki itu, baru beberapa jam yang lalu kita kenal. Dasar kalian ini !”
“Sudahlah Pak, kita harus pecayakan saja sama Desy. Dia kan bukan anak kecil lagi, kenapa kita harus pusing. Lagi pula, kita tidak menyuruhnya mengantar Jefri, kan ? Sudahlah Bapak tenang saja,” Andi memberi alasan pada Bapaknya.
Betapa kagetnya Tatang ketika membuka pintu sedan yang baru saja berhenti di depan tangga hotel Homann. Dia tidak menyangka, kalau Jefri begitu mudahnya mendapat teman. Wanita cantik dan kaya lagi.
“Bang Jef nanti malam tidak ada acara, kan ? Awas lho, jangan ke mana-mana, nanti Desy jemput. Sampai nanti, Bang,” ujar Desy melambaikan tangannya.
“Oke ! Terima kasih ya Des.”
“Benar-benar saya salut, Jef. Baru dua hari sudah bisa menggaet wanita cantik dan kelihatannya kaya lagi. Kenal di mana, Jef ?”
“Ya, di rumahnya lah.”
“Di rumahnya ? Memangnya kau kenal dengan keluarganya, Jef ?”
“Nggak juga, baru beberapa jam yang lalu baru mengenalnya. Tetapi Kakek Hong sudah puluhan tahun mengenalnya. Aku hanya ada amanat sedikit untuk keluarga mereka.”
“Siapa sih namanya Jef ?”
“Pak Sumarna. Lengkapnya Oon Sumarna.”
“Pak Sumarna yang pengembang itu ?”
“Lho, kau juga mengenalnya, Tang ?”
“Jef, Jef. Kau nggak tahu, siapa sih orang Bandung yang tidak kenal Pak Sumarna. Wajahnya sering tampil di koran-koran atau juga TV. Dia orang terkenal, tidak di Bandung ini saja, tetapi se-Jawa Barat. Bahkan nasional, barangkali.”
“Wow sehebat itukah dia Tang ?”
“Iya Jef. Tidak sembarangan orang bisa menemuinya. Terus, apa hubungannya dengan wanita muda tadi, Jef.”
“Kau nggak tahu Tang, dia itu puterinya Pak Sumarna.”
“Puterinya Pak Sumarna ? Kamu mah benar-benar hebat Jef.”
“Oke lah Tang, aku mau istirahat dulu, dan tolong bangunkan aku nanti. yah, satu atau dua jam dari sekarang lah. Kau mau menolong aku kan Tang ?”
“Nggak perlu khawatir Jef, itu memang bagian dari kerjaku,” jawab Tatang mengantar Jefri sampai ke pintu lift.
Sebagaimana yang dijanjikan, Tatang membangunkan Jefri. Jefri mengajak Tatang duduk di kursi dekat ranjang.
“Tang, kalau kau tidak keberatan, aku ingin minta tolong padamu, tetapi pekerjaannya agak berat, dan memerlukan waktu.”
“Kira-kira pekerjaannya seperti apa Jef ?”
“Mudah, hanya memotret lokasi-lokasi perumahan yang dimiliki oleh perusahaan Pak Sumarna. Cuma itu ! Tetapi kalau ada info-info lain, aku akan memberikan bonus.
“aku boleh mengajak orang lain untuk mengerjakannya, Jef ?”
“Tentu, tentu saja boleh, tetapi ingat dia harus orang yang benar-benar kau percaya, dan jangan lebih dari dua orang. Kemudian, mereka tidak perlu kau kenalkan dengan aku dan ini sifatnya rahasia. Bagaimana kau sanggup Tang?”
“Beri kesempatan aku sampai besok pagi. Malam ini aku mencoba menemui teman-temanku. Mudah-mudahan mereka mau aku ajak kerja sama.”
“Oke lah Tang, sampai bertemu besok pagi. Segala sesuatunya aku akan atur besok. Terima kasih sebelumnya Tang. Terima kasih, ya.”
Baru saja Jefri akan meninggalkan kamarnya, telepon berdering. Desy memberitahukan kalau dia baru saja meninggalkan rumah menuju ke hotel, Jefri akan mengikuti ke mana dan apa maunya Desy saja. Sehingga begitu Desy datang, Jefri langsung naik, dan mereka pun berangkat meninggalkan hotel. Desy memacu mobilnya terus menuju ke arah Utara. Sampai di sebuah perbukitan Desy memarkirkan mobilnya. Diajaknya Jefri turun. Terlihat gemerlapan cahaya lampu mewarnai kota Bandung.
“Aku senang suasana seperti ini Des, terima kasih kau mau membawa aku ke sini. Aku terbiasa dengan suasana kota yang gemerlapan. Malam ini benar-benar malam yang istimewa.”
“Begini sih belum istimewa Bang. Bagaimana kalau Abang aku ajak makan jagung bakar, ketan bakar, apa Abang berminat ?”
“Des, Des, apa yang bisa aku lakukan di sini. Ke mana pun kau bawa, aku siap-siap saja Des, tetapi bagaimana dengan orang tuamu kalau kita pulang sampai larut malam.”
“Soal itu mudah. Abang tenang-tenang saja. Yang penting kita tinggalkan tempat ini, dan kita makan jagung bakar dan mandi air panas bila perlu.”
“Mandi air panas ? Akh kau ini bagaimana Des, apa kau belum mandi waktu mau berangkat tadi. Ada-ada saja kau ini Des.”
“Bukan air panas biasa Bang, tetapi air panas yang keluar dari perut gunung, yang bercampur belerang. Di sana ada juga restorannya. Ayo naiklah Bang.”
Setelah berliku-liku menurun, kemudian naik kembali mengarah ke Utara. Melalui kota kecil yang bernama Lembang. Desy terus memacu mobilnya sampai di suatu tempat di mana banyak pedagang jagung bakar, Desy memarkirkan mobilnya di pinggir jalan. Desy langsung menuju ke salah satu tempat di mana terlihat seorang ibu yang sedang melayani orang-orang yang memesan jagung bakar. Jefri menghampiri Desy yang sedang memilih jagung yang akan dibakar.
“Bagaimana Bang kalau kita pesan minuman di warung sana. Biar nanti anak ibu ini yang mengantarkan jagung pesanan kita ini. Ayo Bang,” ajak Desy menarik tangan Jefri dan berbicara pada ibu pedagang jagung bakar. Udara Lembang kian dingin, Jefri dan Desy kian serius berbicara. Dari hal-hal biasa, sampai pada hal-hal pribadi. Terutama Desy yang menceritakan tentang keluarganya. Dia menceritakan bagaimana perangai kakak-kakaknya, termasuk Bapaknya. Sebenarnya sudah lama Desy ingin mencurahkan apa yang membebani pikirannya selama ini, tetapi dia tidak tahu sama siapa akan dia mencurahkannya. Sampai saat ini belum ada seorang pria pun yang berkenan di hatinya. Kalaupun ada teman prianya, tidak lebih hanya sekedar teman. Tidak satupun yang dapat dipercayainya untuk mengurangi beban pikirannya. Dia tidak setabah ibunya yang dapat menerima kenyataan dari pengkhianatan seorang suami. Desy sebenarnya senang atas kehadiran Jefri, karena bapaknya bisa terus berada di rumah. Kalau tidak, maka Bapak akan menggilir isteri-isteri mudanya. Satu di daerah Soreang Kabupaten Bandung dan yang satu lagi di Cianjur. Bahkan yang terakhir ini baru beberapa bulan yang lalu dinikahi bapaknya. Desy mendapat informasi dari kedua kakaknya Andi dan Deddy. Mereka sangat menikmati penyelewengan bapaknya pada saat-saat mereka ketahui. Sampai akhirnya terbongkar, ketika keinginan mereka tidak segera dikabulkan Pak Sumarna. Itu pun akibat desakan dan kerakusan isteri-isteri mereka yang selalu saja kurang puas. Isteri Andi dan isteri Deddy memang selalu bersaing dan saling iri. Tidak heran, kalau barang-barang mereka sampai ke jenis mobil yang mereka miliki bermerk sama. Bedanya hanya di warna saja. tetapi sejak terjadinya Pak Sumarna pun dirongrong isteri-isteri mudanya, permintaan Andi dan Deddy mulai berkurang. Akhirnya mereka tanpa sengaja membongkar rahasia Pak Sumarna yang selama ini mereka simpan. Isteri Andi juga membongkar secara tidak sengaja, ketika dia mengetahui bahwa Andi memiliki wanita simpanan, dia memberitahukan pada Ibu mertuanya. Sejak saat itu, Pak Sumarna jarang pulang ke rumah. Dia lebih sering tinggal di Soreang, kalau tidak di Cianjur.
Tetapi kedatangan Jefri sangat mengejutkan Pak Sumarna, paling tidak dia menjaga citra dirinya di depan Jefri. Karena Jefri utusan tuannya, Tjoa Hong Beng. Orang yang mengangkat harkat dan martabatnya, dari seorang tukang kebun menjadi orang yang kaya raya dan disegani di Bandung, umumnya di Jawa Barat. Namanya melambung bersama pengusaha-pengusaha pengembang dan kontraktor di Jawa Barat. Dari masa mudanya yang bangga bisa naik sepeda, menjadi golongan orang-orang yang kini memiliki berbagai jenis mobil mewah.
“Bang Jef, Bang Jef keberatan kalau aku tanya soal pribadi.”
“Soal pribadi ? Maksudnya apa Des, aku kurang faham.”
“Itu, soal kekasih atau biasa mengatakannya pacar. Abang sudah punya pacar ?”
“Sulit juga aku menjawabnya Des. Bisa iya bisa juga tidak.”
“Kok bisa begitu Bang ?”
“Yah, aku katakan pacar, kami belum ada ikatan apa-apa, tetapi kalau dibilang tidak kami saling berhubungan juga. Terakhir kami berbicara di telepon ketika bapaknya meninggal dunia.”
“Terus sekarang kenapa tidak Abang hubungi, dia di mana sih Bang ?”
“Di Singapura, dan mudah-mudahan masih di sana.”
“Lho, orang Singapura ?”
“Yah, namanya Azizah, Azizah !”
“Berapa lama Abang tidak bertemu dengannya.”
“Tidak lama, yah hanya satu tahun beberapa hari.”
“Berarti Abang akan kembali ke Singapura.”…*Bersambung…..