Cerita Bersambung Kutunggu Kau Di Taman Merlion Singapura-(65)

Apalagi mereka sudah lama tidak saling bertemu. Sampai di lantai enam, Jefri langsung masuk ke dalam mess. Dia sempat juga melirik ke mess perwira, kalau-kalau pintu kamar terbuka. Melihat Jefri gelisah untuk bertemu pamannya, Ahmad tidak sampai hati untuk terus menerus merahasiakannya pada Jefri. Bagaimana pun, dirinya sudah dekat dengan Jefri. “Jef, sebenarnya aku ini berani nak melarang kau menemui pamanmu, pasalnya ada hal penting yang aku tak kuasa nak menyebutnya pada kau, Jef”

“Tak apa, tak apa Mad. Katakan sajalah, aku tidak akan membawa-bawa namamu kalau pamanku marah, karena istirahatnya terganggu.”

“Tapi Jef_ paman kau tu di dalam sama wanita. Kalau kau datang, apa pamanmu tak main, dan marah padamu ?”

“Tenang sajalah Mad. Mana ada pelaut yang main membawa tidur wanita, walaupun wanita itu bukan isterinya. Bagi pelaut, hal-hal seperti itu lumrah-lumrah saja, Mad.” “Pantas, pantas kalau begitu.”

“Pantas apa maksudmu, Mad?”

“Cerita lama lah Jef. Dulu. pantas saja Rahmad, abangnya Azizah to tidak setuju kau nak hubungan dengan adiknya, pasalnya, kau tu pelaut Jef. Aku jadi faham, bahwasanya pelaut tu tak ada beban nak tidur dengan wanita-wanita yang bukan muhrimnya”

“Sorry Mad, barangkali aku salah bicara. Tidak semua pelaut seperti yang aku katakan tadi, maaf ya Mad ? Aku harap kau mau memakluminya “

“Tak apa aku maklum! Cerita pelaut dah lama pun aku tahu, tetapi kalau itu datangnya dari kau Jef aku agak heran sedikit lah “

“Yak aku tidak mengatakan kalau aku bersih, atau sok suci Mad Tetapi, sampai saat ini, aku masih Jefri yang kau kenal dulu. Sebisa mungkin, hal-hal itu aku hindarkan, Mad.”

“Aku percaya padamu, Jef, itu yang aku sesalkan Bang Rahmad tu tidak percaya padamu Jef. Akhirnya, Azizah pergi jauh ke…..”

“Pergi jauh ke mana, Mad ?”potong Jefri tidak sabar mendengar cerita soal Azizah.

“Alamak, aku tak bermaksud nak ceritakan soal Azizah. Biarlah Maknya yang cerita pada kau Jef. itu akan lebih baik, iya kan ? Jadi sabarlah.

“Mad, Aku pasrah saja kalau Azizah itu jauh, atau jangan-jangan sudah menikah, dan dibawa jauh oleh suaminya. Terserahlah, aku sadar siapa diriku, Mad.”

“Hm, kalau sudah begini, aku jadi serba salah”

“Kenapa harus merasa bersalah ?”

“Tak enak Jef; pasalnya ini masalah keluarga orang lain. Aku takut tak pantaslah nak membincangkannya. Kau tak marah kan Jef?”

Sebenarnya Jefri akan terus mendesak Ahmad untuk membuka tabir, sebenarnya Azizah ada di mana tetapi keburu telepon berdering, Ahmad langsung berdiri, dan menghampiri tempat telepon. Namun terdengar oleh Jefri, Ahmad berulang-ulang menyebut namanya Jefri langsung berdiri, dan mendekati Ahmad .

“Ini orangnya, Pak !” ujar Ahmad menyerahkan telepon yang dipegangnya pada Jefri.

“Hallo,” kata Jefri, karena dia belum tahu siapa yang meneleponnya.

“Ini paman, Jef. Kau segera saja kemari, paman tunggu sekarang, ya “

`Baik, baik paman,” ujar Jefri langsung meletakkan telepon dan beranjak meninggalkan Ahmad menuju ke mess penwira.

Begitu pintu terbuka, Jefri langsung menghampiri pamannya. Mereka berdua saling mendekat. Begitu ada di hadapannya, Jefri langsung mencium punggung jari tangan kanan pamannya, dan merangkul erat-erat. Mereka saling berpelukan. Mendengar ada suara di ruang tamu, seorang wanita muda, putih,, bermata sipit, keluar dari dalam kamar. Jefri kaget melihatnya. Baru saja dia akan bertanya, pamannya langsung memanggil sang wanita, dan disuruhnya berdiri di dekatnya.

“Shen, ini kenalkan keponakanku,”ujar Mustafa.

“Lee Shen Wei atau, kau panggil saja Shen-Shen”

“Jefri ! Lengkapnya, Jefri Darmawan,” sambut Jefri menggenggam tangan Shen-Shen.

“Mas, kenapa baru sekarang kau kenalkan keponakanmu yang handsome ini”

“Karena, aku juga baru sekarang bertemunya. Selama ini ku dengar dia ada di _.., di mana ya Jef ?”tanya Mustafa melihat ke Jefri.

“Di Hong Kong.”

“Wow, di Hongkong ? Di sana kerja, atau hanya wisata ?”

“Kau tahu enggak Shen, biar ganteng begini, dia ini pelaut juga. Jadi jangan kau kira dia wisatawan ?”

“I don’t bekeye, lah. Benar yang dikatakan pamanmu, Jef?”

`Benar Aku memang pelaut,”jawab Jefri mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Wah sayang, sayang sekali. Tapi Jef, aku ingatkan, jangan kau ikuti kelakuan pamanmu ini, bisa bahaya !”

“Sudahlah Shen, belum-belum sudah kau racuni dia. Sebaiknya kau masuk saja ke kamar. Atau, kau turun ke bawah sana, dan beli makanan yang enak-enak . Ada hal penting yang akan kami bicarakan, ya masalah keluarga. Sorry Shen, kau tidak marah, kan ?”

Shen-Shen menggelengkan kepalanya, dan langsung keluar kamar, menuju lift Dia menyadari fungsi dirinya di hadapan Mustafa, dan keponakannya yang baru datang. Sebagai wanita yang profesional dia harus memberikan pelayanan yang baik, dan itu tidak hanya urusan ranjang Selama itu menyenangkan orang yang memerlukan jasanya, tentu dilaksanakannya dengan baik. Tanpa itu, dia akan tersisihkan.

Tersisih dari komunitas kehidupan malam yang berkelas. Mustafa telah memberikan perhatian, perasaan, dan kasih sayang yang tulus padanya. Berbeda dengan lelaki yang pernah ia kenal selama ini. Termasuk kekasih yang begitu tega telah mengkhianatinya. Mustafa telah memberinya semangat hidup, dari keterpurukannya yang tidak saja kehidupan malam, tetapi juga di meja judi. Oleh karenanya, seperti, apapun pekerjaan yang dia lakukan- apabila Mustafa datang ke Singapura, Shen-Shen segera menemui Mustafa. Tidak ada perjanjian di antara mereka, tetapi begitu Mustafa menghubungi, dan mengatakan ada di Singapura, Shen-Shen langsung menemuinya. Persis seperti apa yang dilakukannya saat ini. Dia harus membeli makanan, dan minuman yang enak dan lezat untuk Mustafa, Jefri, dan tentu saja untuk dirinya. Shen-Shen yakin, kehadiran Jefri tidak akan mengganggu hubungannya dengan Mustafa. Dan, dia juga yakin, kalau Jefri tidak mungkin tidur berdua bersama pamannya, iya kan?

Begitu Shen-Shen keluar dari ruangan, Mustafa langsung mengajak Jefri duduk di ruang tamu. Mereka duduk berdampingan Ketika Jefri menceritakan bahwa dia sudah dua hari di Singapura, sang paman terkejut, dan memandang ke wajah Jefri.

“Padahal, dari Changi kau langsung saja ke sini, kenapa harus ke hotel segala, sih ?”

“Ada sesuatu yang untuk sementara ini harus aku elakkan.”

“Kau elakkan ? Sebentar, sebentar, pasti ada kaitannya dengan wanita, iya enggak ?”

“Ya antara benar, dan tidak. Pertama, tidak benar kalau hanya urusan wanita, karena saya merasa kehilangan Pak Hasan. Kedua, memang benar tentang wanita, dan wanita itu, adalah puteri Pak Hasan yang bernama Azizah.”

“Mereka dulu ada di lantai dua, kan ?”

“Benar. Tetapi sejak Pak Hasan meninggal, mereka pindah, dan aku kehilangan kontak dengan Azizah. Apa aku masih bisa bertemu dengannya atau tidak, enggak tahu lah.”

“Aduh Jef, tidak pantas seorang pelaut mengatakan itu. Bagi pelaut, dunia hanya selebar peta, dan sebatang mistar. Kau tahu itu, kan ?”

“Tahu paman ! Bahkan dua hari ini, aku bersama seorang wanita, dan kalau aku boleh berterus terang, beberapa jam lalu, kami baru saja pulang dari Pulau Sentosa.”

“Kalian menginap di Pulau Sentosa ?”

“Tidak ! Kami hanya menghabiskan sore, dan malam di alam terbuka.”

“Paman boleh tahu siapa nama wanita yang istimewa itu.”

“Namanya Liu Ching Shia, dan dia biasa dipanggil Lulu.”

“Wah, kalau dari namanya, dia pasti orang sini. Itu artinya, kita seri, satu sama satu.”

“Maksudnya apa, paman ?”

“Maksudnya, paman dapat wanita sini satu, dan kau  satu, ha, ha, benar enggak,” ujar Mustafa menepuk-nepuk bahu Jefri, dan tertawa.

“Huh, paman bisa saja, ha…, ha…, ha…,” ujar Jefri langsung berdiri.

“Eh, eh Jef, duduk dulu, duduk dulu. Kau sudah kontak ke perusahaan ?”

“Sudah. Diterimanya sama Lili. Justru dari Lili saya tahu, kalau paman ada di sini.”

“Terus, kata Lili, kapan kau bisa menghadap Mr. Tan.”

“Rencananya, besok pagi. Mudah-mudahan Mr. Tan ada di kantor.”

“Kalau begitu, kita besok sama-sama saja. Paman ingin menanyakan soal kapal yang dijanjikan untuk paman nahkodai.”

“Ada kapal baru ?”

““Tidak. Paman hanya menggantikan kapten kapalnya yang ingin pensiun. Paman kira ini kesempatan emas buatmu Jef. Percayalah line-nya bagus.”

“Ke mana saja ?”

“Selain ke India, dan beberapa Negara di Afrika, kita juga keliling Amerika.”

“Menarik juga. Tetapi ada sesuatu hal yang telah saya rencanakan selama berada di Bandung. Untuk sementara, saya ingin bekerja, dan menetap di Singapura ini.”

“Oh, jadi selama ini kau ada di Bandung. Terus di sini kerja apa ?”**

Bersambung….