Cerita Bersambung Kutunggu Kau Di Taman Merlion Singapura-(66)
Halaman 321-323
“Benar paman. Selesai kontrak di Hong Kong, saya menuju Bandung. Ada kakek angkat di Hongkong yang memiliki harta di Bandung yang perlu aku Bantu. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Bahkan di sana saya dan teman-teman sudah punya perusahaan. Kami bergerak di bidang biro perjalanan.”
“Hebat, hebat sekali. Belum pernah paman temui seorang pelaut yang seperti kau ini, Jef. Paman benar-benar bangga dengan usahamu.”
“Tetapi paman harus bantu, biar Mr. Tan mau menerima saya kerja di darat.”
“Tentu, tentu paman akan membantumu. Tetapi ada rencana lain selain kerja ?”
“Rencananya, saya ingin bekerja sambil belajar. Tentu dengan jaminan Mr. Tan, semua rencana ini saya yakin akan berjalan lancar.”
“Ada yang lain yang ingin kau kembangkan ?”
“Saya ingin membuka cabang biro perjalanan di sini, dan saya berharap Mr. Tan tidak keberatan untuk bekerja sama. Bila perlu, kita buka biro tenaga kerja khusus pelaut. Bagaimana, paman setuju ?”
“Kalau paman setuju-setuju saja Jef. Sayangnya, paman tidak bisa membantumu. Kau tahu sendiri, tidak lama lagi, paman akan melanglang buana. Dunia paman di sana Jef.”
“Tidak apa-apa, paman mau mendukung rencana saya di depan Mr. Tan saja, sudah cukup bagi saya. Tanpa paman, barangkali saya tidak akan mengenal Mr. Tan, dan tidak akan bertemu seorang kakek, dan cucunya di Hong Kong, yang telah banyak memberi bantuan pada saya. Saya tidak akan melupakan itu semuanya.”
“Well, bagaimana, apa aku masih mengganggu kalian ?” Tanya Shen-Shen tiba-tiba berdiri di depan pintu.
“No, no, no, sudah saatnya kita mengisi perut, jadi kau siapkan, dan bergabung bersama kami di sini.”
“Oke, aku akan siapkan. Eh, Jef, apa perlu saya buatkan kopi, atau teh ?”
“Terima kasih. Kalau saya, apa sajalah. Air putih juga tidak masalah,” balas Jefri.
“Jef, pamanmu sudah bicara apa saja padamu. Ada soal saya enggak Jef ?”
“Oh, enggak, enggak ada. Kami hanya bernostalgia,” jawab Jefri melihat ke Shen-Shen.
“Saya percaya Jef. Pamanmu memang orang baik. Saya banyak berhutang budi padanya.”
“Sudah-sudah Shen. Kita berkumpul di sini kan untuk bersenang-senang. Ayo-lah.”
“Maaf, saya akan ke sebelah dulu, saya akan memanggil Ahmad,” ucap Jefri berdiri dan melangkah menuju ke mess kelasi menjemput Ahmad.
Semula, Ahmad keberatan ketika Jefri memintanya untuk makan bersama-sama di mess perwira. Tetapi Jefri terus memaksa, dan menarik tangannya. Akhirnya dengan berat hati Ahmad pun melangkah perlahan menuju mess perwira bersama Jefri. Melihat ada yang datang, Shen-Shen langsung menyiapkan minum. Semuanya gembira !
Kehadiran Jefri di kantor Tan Hau Shipping disambut hangat, khususnya oleh para karyawati. Jefri sengaja mendatangi mereka satu per satu, sebelum akhirnya menyalami Lili, dan duduk di depannya. Mustafa hanya senyum-senyum saja melihat tingkah polah karyawati muda yang begitu semangatnya bersalaman dengan Jefri. Tanpa diminta Mustafa, Lili langsung menghubungi Mr. Tan. Begitu Lili meletakkan telepon, dia langsung mempersilahkan Mustafa, dan Jefri masuk ke ruangan Mr. Tan.
“Kalian ini bisa datang berduaan begini, janjinya di mana ? Ini anak muda kita sudah bikin repot mitra kita yang di Hong Kong. Bagaimana, mau kembali ke sana ?” Tanya Mr. Tan menyambut hangat tangan Jefri. “Lebih baik kita ke sofa sana saja,” lanjut Mr. Tan berdiri dan menunjuk ke arah ruang tamu.
“Aku tidak menyangka dapat bertemu dia di sini, karena selama ini aku kira dia masih di Hong Kong. Eh enggak tahunya dia muncul.”
“Itu berarti suatu kesempatan, kan ? Dia ini memang punya hoki bagus, Mus. Dia selalu datang, pada saat yang tepat. Bagaimana, kau sudah ceritakan tentang line baru kita ?”
“Sudah tetapi dia tidak mau ikut. Dari pada mengunjungi Amerika, katanya dia lebih senang kerja di sini saja”
“Benar itu, Jef ? Jangan-jangan pamanmu keberatan kalau kau ikut dengannya. Dia takut, dia tidak bisa bebas. Tahu sendiri lah Jef, pamanmu ini kan play boy cap jangkar. Tua-tua keladi, ha, ha, ha…..”
“Benar, Mr. Tan saya ingin benar-benar ingin bekerja, dan menimba ilmu di sini.”
“Baru off dari Hongkong dia sudah bisa mendirikan perusahaan di Bandung.”
“Hebat, hebat. Bergerak di bidang apa, Jef ?”
“Saya dan teman-teman membuka usaha di bidang biro perjalanan. Iya, masih kecil-kecilan lah.”
“Wah, Bagus itu, bagus ! Perusahaan yang kau lihat megah ini, apalagi berada di kawasan Shanton Way dulunya juga merangkak dari kecil. Kecil sekali,” ungkap Mr. Tan menceritakan keberangkatan awal Tan Hau Shipping.
“ Katanya, dia ingin kerja, sekaligus ingin menimba ilmu.”
“Ide yang bagus. Saya akan bantu, dan kau boleh ambil kelas malam kalau kau mau.”
“Nah, Jef, kalau begitu, tidak ada masalah lagi. Jadi kau tinggal menunggu, kira-kira kerja apa yang akan diberikan padamu.”
“Aku akan menempatkanmu di bagian gudang galangan kapal kita yang ada di Jurong.”
“Terima kasih, sebelumnya Mr. Tan,” kata Jefri berdiri, dan mencoba menarik tangan Mr. Tan. Jefri akan mencium tangan Mr. Tan, tetapi Mr. Tan menarik tangannya dan menepuk-nepuk bahu Jefri.
“Selamat Jef. Kau baik-baiklah bekerja di sini. Apa yang dikatakan Mr. Tan tadi benar, karena paman sudah puluhan tahun di perusahaan ini. Sejak paman kelasi, sampai saat ini,” tambah Mustafa langsung berdiri, dan memeluk Jefri.
“Li, tolong kau urus segala sesuatunya, dan berikan card perusahaan. Biar dia aman di Singapura ini mau diajak pamannya ke Amerika malah dia mau kerja di sini. Jef, kau ikuti saja Lili,” kata Mr. Tan begitu melihat Lili masuk ke ruangan kerjanya.
Selama ini yang mengurus orang-orang asing yang bekerja di Tan Hau Shipping, adalah Lili. Setelah menyerahkan paspornya pada Lili, Jefri mencoba masuk kembali ke ruang kerja Mr. Tan. Betapa kagetnya Jefri, karena tiba-tiba pamannya membuka pintu.
“Lho, kau mau ke mana lagi Jef ?”
“Rencananya, saya mau……..”
“Maksudmu, kau mau mengajukan kas bon ?”
“Oh tidak. tidak paman. saya hanya ingin menjelaskan tentang saham pada Mr. Tan.”
“Aduh Jef, kau tidak perlu masuk lagi ke dalam. Sebaiknya kita pulang sajalah.”
“Tetapi paman, saya kan perlu kepastian, agar teman-teman saya di Bandung percaya.”
“Kau kan masih lama tinggal di sini, jadi tidak perlu terbaru-buru. Kau kerja saja yang baik, nanti semuanya akan berjalan lancar. Percayalah pada paman.”
Jefri mengikuti saran pamannya. Dia membatalkan niatnya untuk menghadap kembali pada Mr. Tan. Setelah pamitan pada Lili, mereka berdua menuju lift. Sampai di lantai satu, mereka keluar dari Shenton Building. Kemudian mereka menelusuri Shenton Way, di antara gedung-gedung pencakar langit.
“Jef, bagaimana kalau kita ke People’s Park Center, paman mau membeli beberapa kaos, dan celana pendek,”ajak Mustafa mencoba mencari taksi..
People Park tempat belanja bagi kalangan menengah di Singapura yang tidak saja dikunjungi banyak warga Singapura, tetapi juga wisatawan asing. Orang-orang Indonesia yang berkunjung ke Singapura, selalu belanja di sana. Salah satu pertimbangannya, barangkali harga-harganya yang memang miring. Terutama bila dibandingkan dengan di Orchard Road. Ada yang lebih miring sebenarnya, yaitu di daerah Arab Street, yang tidak jauh dari kawasan Flat Beach Road di mana mess perusahaan berada. Sampai di mess, Jefri langsung masuk kamar dan tidur. Dia minta pada Ahmad untuk membangunkannya setelah satu jam tidur. Badannya sangat lemah, lemah sekali.
“Mad, jangan lupa nanti bangunkan aku, ya ? Ingat Mad, sore ini juga kita harus bertemu isteri Pak Hasan, dan Fuad tentunya.”
“Jangan takut Jef, aku pasti menemanimu ke sana. Sudahlah kau tidur saja dulu.”
Ahmad benar-benar menepati janjinya. Mereka berdua turun, langsung menuju ke Jalan Sultan mencari taksi. Ahmad memberitahukan pada supir taksi untuk melaju ke Bukit Timah Road. Salah satu jalan yang cukup panjang di Singapura. Akhirnya Ahmad meminta supir taksi untuk berhenti. Jefri membayar lebih dari angka yang tertera di argo. Kian dekat memasuki pekarangan rumah, kian berdebar-debar jantung Jefri.
“Masuklah Jef, aku akan panggilkan Bu Salma,” ujar Ahmad sedang mengetuk pintu.
Pintu terbuka. Ternyata yang membukanya Fuad. Melihat Fuad, Jefri tidak tahan untuk segera memeluknya. Begitu pula dengan Fuad. Melihat ada Jefri, dia langsung berlari.
“Ma, ma, ada Bang Jefri ! Bang Jefri, Ma !”
“Fuad, kau baik-baik saja, kan ?” kata Jefri memeluk erat Fuad.
“Nak Jefri ?” sapa Bu Salma menghampiri Jefri, dan Fuad yang sedang berpelukan.
“Saya, Bu,” balas Jefri melepaskan pelukannya, kemudian meraih tangan Bu Salma, dan diciumnya. ”Maaf, Bu, saya belum sempat berkunjung ke makam Bapak,” tambah Jefri.
“Yah, beginilah ibu Jef. Azizah, Azizah telah menerima beasiswa, dia sekarang ada di Inggris. Nanti Ibu berikan alamatnya. Sekarang, kau masuk dulu lah Jef.”
Mereka semuanya masuk ke dalam rumah Bu Salma menyiapkan minum untuk Jefri, dan Ahmad. Jefri menyatakan penyesalannya tidak dapat datang pada saat Pak Hasan wafat. Sebelum meninggalkan kediaman Bu Salma, Jefri memberi sejumlah uang untuk Bu Salma, dan Fuad. Bu Salma memberikan kertas kecil pada Jefri. ***Bersambung……