DP3P2KB KBB Pastikan Semua Korban Kekerasan dan Pelecehan Dapat Layanan Kesehatan

BANDUNG BARAT-tabloidreformasi.com
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3P2KB) memastikan para korban pelecehan seksual dan kekerasan di di Kabupaten Bandung Barat mendapat layanan kesehatan.
Berdasarkan catatan di DP3P2KB KBB sepanjang tahun 2023, ada 58 kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dan perempuan.
Kepala Dinas DP3P2KB KBB, Eriska Hendrayana Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rini Haryani mengatakan, adanya program Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak (Geprak) para korban dan orang tua berani melapor.
Dengan begitu, aparat berwajib dapat mengusut tuntas. Selain itu korban bisa segera diberi pendampingan hukum dan pemilihan trauma.
“Kami akan memastikan bahwa para korban mendapat layanan kesehatan serta pemulihan trauma. Itu yang paling penting agar masa depannya tetap tak terganggu,” katanya, Rabu (31/01/2024).
Dari data terbaru, diketahui bahwa kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak merupakan kasus paling menonjol dibanding kasus lainnya seperti penelantaran atau trafficking.
“Tahun 2023 naik, Kita mencatat ada 58 kasus, sedangkan tahun 2022 53 kasus dan 2021 sebanyak 51 kasus. Jadi trennya memang terus naik, dari 58 laporan kasus ini, paling banyak adalah kekerasan dan pelecehan terhadap anak dengan 30 kasus,” kata Eriska.
Ia menyebut rasio prevalensi kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan dan anak di Bandung Barat adalah 4 dari 100.000 orang perempuan dan 5 dari 100.000 orang anak.
Namun demikian dengan jumlah tersebut Bandung Barat bisa dibilang masih cukup rendah, dibanding prevalensi kasus kekerasan perempuan dan anak secara nasional yaitu 13 dari 100.000 orang perempuan, dan 18 dari 100.000 orang anak.
“Rasio prevalensi kasus kekerasan terhadap perempuan dan Anak di Kabupaten Bandung Barat jauh lebih rendah dari pada rasio data kekerasan di tingkat nasional,” jelasnya.
Meningkatnya kasus kekerasan dan pelecehan seksual, kata Eriska, tak lepas dari keberanian korban untuk melapor sehingga tak menjadi fenomena gunung es.
Eriska juga menjelaskan bahwa pihaknya gencar melakukan kampanye program Pola Asuh Anak Remaja di Era Digital Cegah Kekerasan atau PAAREDI CEKAS. Hal ini supaya masyarakat luas dan lingkup keluarga bisa mengantisipasi tindakan kekerasan dan pelecehan melalui pola asuh yang benar.
“PAAREDI CEKAS ini muncul sebagai respons terhadap fenomena dan tantangan yang terkait dengan anak dan remaja di era digital. Maka orang tua dan masyarakat harus paham tentang tantangan di era ini,” pungkasnya.***
(Dinas P3P2KB Kabupaten Bandung Barat)