Kememkumham: Keadilan Restoratif Perlu Kesepakatan Bersama
JAKARTA, reformasitotal.com
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjenpas Kemenkumham) menyatakan, kesepakatan bersama antara Balai Pemasyarakatan (Bapas) Banda Aceh dengan aparat penegak hukum lainnya diperlukan untuk mewujudkan keadilan restoratif.
Hal tersebut disampaikan Koordinator Penelitian Masyarakat dan Pendampingan Ditjenpas Kemenkumham, Darmalingganawati, usai sosialisasi penerapan keadilan restoratif bagi pelaku dewasa di Banda Aceh, melalui keterangan tertulisnya, Minggu (6/3/2022).
Banda Aceh telah ditetapkan sebagai satu dari 10 wilayah percontohan penerapan keadilan restoratif.
Keadilan restoratif merupakan pendekatan keadilan yang fokus pada kebutuhan para korban dan pelaku dengan melibatkan masyarakat.
“Itu untuk mendukung penerapan keadilan restoratif bagi pelaku dewasa di Banda Aceh,” kata Darmalingganawati.
Darmalinggawati mengatakan, pembimbing kemasyarakatan di Bapas berperan penting dalam proses peradilan, khususnya dalam memengaruhi keputusan hakim. Untuk itu, butuh kesepahaman antar aparat penegak hukum pentingnya penerapan keadilan restoratif.
Apalagi, kata Darmalinggawati, kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan negara (rutan) semakin sesak dengan penghuni, jauh melebihi kapasitasnya.
Menurut dia, sistem pemenjaraan yang selama ini diterapkan, bukan satu-satunya pilihan dalam sistem peradilan Indonesia. Apalagi, mekanisme ini telah menimbulkan berbagai masalah turunan misalnya kelebihan kapasitas hunian.
“Ada banyak alternatif pemidanaan lainnya yang jauh lebih tepat dan bermanfaat,” ujarnya.
Melalui keadilan restoratif, Ditjenpas Kemenkumham fokus mencarikan solusi pemulihan yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Baik korban, pelaku hingga masyarakat.
Secara umum penerapan keadilan restoratif di lingkup pemasyarakatan bukan hal yang baru. Sebelumnya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 pemasyarakatan telah berhasil menerapkan keadilan restoratif bagi pelaku anak.
“Berkaca dari itu, Ditjenpas semakin yakin melakukan langkah konkret restorative justice, tidak hanya kepada pelaku anak, namun juga kepada pelaku dewasa,” urainya.**