Wamenkumham Optimistis RUU TPKS Segera Disahkan DPR
JAKARTA, reformasitotal.com
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, optimistis Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan oleh DPR RI.
Hal itu dikarenakan adanya kemauan politik atau political will yang sama dalam upaya memberikan perlindungan maksimal terhadap korban, di samping penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual.
“Kami selalu komunikasi dengan DPR agar RUU TPKS segera disahkan,” tegasnya di Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Wamenkumham menuturkan saat ini “frekuensi” antara DPR dengan pemerintah sudah sama dalam menyikapi RUU TPKS.
“Sebelumnya memang pemerintah dalam hal itu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terkesan berjuang sendiri atau single fighter untuk RUU TPKS, namun sekarang semua pihak sudah saling koordinasi,” urainya.
Edward yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Pembahasan RUU TPKS menyatakan, terdapat 588 Daftar Isian Masalah (DIM) di RUU TPKS. “Pemerintah betul-betul serius dalam pembahasan RUU TPKS,” katanya.
Selain itu, wamenkumham mengapresiasi koordinasi yang dilakukan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) dengan kementerian/lembaga (K/L) dalam pembuatan RUU TPKS.
“KSP mampu mengkoordinir sejumlah kementerian seperti Kemenkumham dan Kemen PPPA,” urainya.
Di sisi lain, Edward menegaskan semangat kebersamaan antara pemangku kepentingan baik DPR dan pemerintah cukup tinggi dalam pembahasan RUU TPKS.
Wamenkumham menambahkan, terdapat tujuh bentuk tindak pidana kekerasan seksual dalam RUU TPKS yakni, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.
“Kami juga usulkan hukum acara mengatur secara rinci agar mempermudah pembuktian kekerasan seksual,” ujarnya.
Sebelumnya, Wamenkumham Edward mengungkapkan RUU TPKS tidak memperbolehkan penyidik menolak perkara. “Ketentuan dalam RUU TPKS, penyidik wajib, tidak boleh menolak perkara, wajib memproses,” katanya.
Selain itu, tambah Edward, RUU TPKS menegaskan bahwa penyelesaian kasus pidana kekerasan seksual tidak boleh menggunakan restoractive justice atau pendekatan hukum yang menggelar pertemuan antara korban dan terdakwa.**
RED- ROMI SUJANA